Soal ‘Drainase Siluman’, Pernyataan H. Man Ditantang Ketua Komisi III

Ketua Komisi III DPRD Kota Bima, Sudirman DJ, SH dan Wakil Wali Kota Bima, H. A. Rahman, SE. FOTO: GOOGLE


KOTA BIMA - Pemerintah Kota Bima menyampaikan akan ada dana bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) RI senilai Rp40 Miliar yang kemudian menjadi Rp13 miliar untuk pekerjaan drainase. Pekerjaan ini dilakukan atas perintah lisan Kepala BNPB .

Namun, sejumlah pihak seperti Ketua Komisi III Sudirman Hj, SH menilai anggaran ini tidak ada dari BNPB. Dan yang adalah dana rehab rekon yang sudah ditransfer BNPB ke BPBD Kota Bima yang sifatnya rehab rekon dan jelas bukan untuk dialokasikan pada proyek drainase yang sedang dikerjakan sekarang. Dana yang masuk adalah sebilai Rp12 miliar.

Wakil Wali Kota (Wawali) Bima H. Arahman H. Abidin, SE mengatakan proyek drainase tersebut, diakuinya tidak ingin berbalas pantun dengan anggota DPRD Kota Bima di media.

“Saya tidak mau berbalas pantun dengan teman-teman DPRD. Yang jelas pekerjaan itu penanganan darurat,” ujar mantan anggota DPRD Kota Bima yang akrab disapa dengan panggilan H. Man itu, Selasa (7/3/2017) lalu, dilansir dari www.kahaba.net.

Ia menjelaskan, pekerjaan drainase yang ada di Kota Bima itu dilakukan setelah hujan dan perkampungan terendam air. Karena drainase tertimbun lumpur dan material banjir. Sambung dia, BNPB kemudian memerintahkan kepada Wali Kota untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengantisipasinya.
“BNPB memerintahkan segera dilakukan normalisasi drainase. BNPB yang siapkan dana siap pakai,” ungkap dia.

Dia menegaskan proyek itu bukan pekerjaan siluman. Karena dilakukan atas perintah dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) RI.

“Sekarang zaman terbuka. Di depan mata proyek dikerjakan, masa dibilang siluman,” tegasnya.

Wawali juga menjelaskan, administrasi pemerintahan tentang pekerjaan tersebut juga tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Karena semuanya diawasi. Baik itu oleh BPKP, BPK dan Inspektorat. Jika ada pekerjaan yang menyimpang dan dinilai tidak prosedural, maka ada Polisi dan Jaksa yang akan menindaklanjuti.

“Perlu kami ingatkan, semua pekerjaan yang bersumber dari anggaran negara, harus diaudit. Ada pengawas dan kontrol dari lembaga yang berwenang. Jika ada persoalan, nanti akan dipanggil oleh Polisi dan Jaksa,” tuturnya.

Ditanya kapan pekerjaan drainase itu diselesaikan, Arahman mengaku pekerjaannya akan diselesaikan tahun ini. Anggaran dari BNPB juga sudah tersedia sebanyak Rp13 miliar.

“Insya Allah pekerjaannya diselesaikan tahun ini. Jadi tidak perlu khawatir. Drainase yang sudah digali, akan diperbaiki kembali,” terangnya.

Sementara itu, pada pemberitaan di edisi sebelumnya, Metromini mengungkapkan adanya dana Rp12 miliar yang telah dicairkan BNPB ke Pemkot Bima. Setelah dilakukan konfirmasi ke pihak Pemerintah Kota Bima, hal itu pun dibenarkannya.

Baca: Ditransfer Rp12 Miliar dari BNPB, Untuk Apa?

Melalui Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) dan Protokoler setda Kota Bima, Syahrial Nuryadin, SSTP, MM menjelaskan bahwa dana yang diberikan BNPB tersebut merupakan anggaran yang digunakan untuk proyek drainase. Dan terkait kegiatan itu, kata Ryan sapaan akrabnya, telah dibuat MoU antara Pemkot Bima dengan BNPB.

“Dana Rp12 miliar itu untuk drainase. Yang jelas sudah di tandatangani MoU dengan BNPB,” jelas dia dalam pesan Whatsapp-nya, Kamis (9/3/2017).

Dia mengatakan, MoU bantuan Dana Siap Pakai (DSP) dari BNPB untuk kegiatan normalisasi drainase disepakati awalnya adalah Rp20 miliar. Namun, diakuinya, dari BNPB baru Rp12 miliar. Sedangkan untuk bantuan lainnya sedang diusahakan.

“Bantuan lain sedang di usahakan. Dan untuk MOU terkait bantuan DSP dr BNPB untuk anggaran normalisasi drainase disepakati awalnya 20 M, dan yang baru realisasi Rp12 miliar. Ini adalah DSP (dana siap pakai), anggarannya sekarang sudah masuk ke kas daerah bang,” tutur dia menambahkan.

Ketua Komisi III DPRD Kota Bima, Sudirman Dj, SH kembali menantang Wakil Wali Kota, jika pekerjaan drainase yang ada di Kota Bima memiliki dokumen pekerjaan yang sah dan juga sudah memiliki pos anggaran yang disiapkan oleh BNPB.

Ia menjelaskan, yang harus dipahami lebih awal adalah soal bentuk pekerjaan yang termasuk tanggap darurat atau proyek rehab rekon. Terkait dengan dana yang Rp12 miliar dicairkan oleh BNPB ke BPBD Kota Bima dan sekarang sudah berada di kas daerah, itu bukan untuk drainase seperti yang dikatakan Plt. Kabag Humas.
Sudirman mengungkapkan ada keganjilan pemahaman dalam dana yang Rp12 miliar tersebut. Pasalnya, di masa minitoring evaluasi (Monev) Komisi III di awal tahun 2017 lalu. Kepala BPBD Kota Bima (H. Sarafudin, Red) mengatakan, dana Rp12 miliar yang diberikan oleh BNPB berkat pengajuan proosal tahun 2015 lalu.

“Artinya, dana itu diberikan sebelum bencana terjadi di tanggal 21 dan 23 Desember 2017,” ujar dia.
Namun, duta Gerindra itu menjelaskan, dalam laporan realisasi BPBD Kota Bima tahun 2016 tertuang anggaran Rp12 miliar dan keberadaan dana itu masih utuh dan tidak diganggu karena belum dibahas oleh DPRD Kota Bima.

Masalahnya adalah, dana dari BNPD untuk drainase berkat adanya perintah lisan kepala BNPB itu bukanlah dana Rp12 miliar yang sudah ada di kas daerah. Tapi, dana Rp13 miliar yang dijanjikan dan apakah dana itu sudah diterima apa belum. Jangan-jangan dana tersebut Omong Doank (Omdo).

“Yang jelas dana Rp12 miliar di kas daerah itu dana rehab rekon. Dan peruntukan dana rehab rekon tentu harus dibahas oleh DPRD dan penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pengadaan barang dan jasa. Untuk itu, dana yang mana yang ada untuk pekerjaanb drainase yang sudah dikerjakan dan terhenti keberadaannya saat ini,” tantang mantan Lawyer itu yang khusus pernyataannya disampaikan ke Wakil Wali Kota Bima itu.

Dia tegaskan bahwa, saat memanggil pejabat Dinas PU dan BPBD. Mereka mengakui hal itu dan mengerjakan proyek hanya berdasarkan perintah lisan BNPB.

Ditambah lagi masalah lainnya, proyek asal bongkar-membongkar. Drainase yang masih baik ikut dibongkar dengan alasan untuk mengatasi banjir.

Lantaran bermasalah, Komisi III mendatangi BPK RI untuk berkonsultasi sekaligus melaporkan persoalan proyek drainase. Berdasarkan arahan BPK RI, proyek itu melanggar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 105 Tahun 2013 tentang mekanisme pelaksanaan anggaran bencana alam.

“Untuk pengerjaan pasca-bencana setelah status tanggap darurat itu namanya rehab-rekon. Namanya rehab rekon itu adalah rehabilitasi dan rekonstruksi pascabanjir, satu di antaranya pengerjaan drainase. Atas dasar itu kami datangi lokasi proyek beberapa waktu yang lalu. Melihat langsung proyek pemasangan yudip pada penggalian drainase sejumlah titik yang pekerjaannya tidak sesuai spesifikasi. Di sana kami meminta penghentian pemasangan dan pekerjaan tersebut,” tutup dia. (RED | WWW.KAHABA.NET )

Related

Politik dan Hukum 4980338704685422101

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

 


SPONSOR

join

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Iklan

 


Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item