Jaksa Eksekusi Terdakwa Kasus ITE, Agus Mawardy Siap Hormati dan Jalani Proses Hukumnya

Surat eksekusi yang disampaikan oleh Kejari Bima kepada terdakwa Agus Mawardy, Kamis, 20 Mei 2021. METEROmini/Dok

KOTA BIMA - Kasus  penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang didistribusikan melalui Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik oleh pengguna akun Bima Mawardy (BM) di tahun 2019 lalu, kini sudah berstatus memiliki kekuatan hukum yang tetap. Sebelumnya, saat menjabat sebagai Kapolres Bima Kota di tahun 2019 lalu, AKBP Erwin Ardiansyah SIK MH mengadukan akun BM di Polres Bima Kota atas dugaan penghinaan yang dilakukan oleh pemilik nama asli Agus Mawardy itu. 

Diketahui, dalam proses persidangan yang dilakukan dalam kasus ITE ini. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Raba memutuskan vonis tiga bulan penjara yang dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum selama 6 bulan pada sidang di tahun 2020 lalu. Pihak terdakwa yang melakukan proses hukum lanjut baik di tingkat banding dan kasasi, ternyata tidak merubah amar putusan sebagaimana yang telah di tetapkan oleh Majelis Hakim PN Raba Bima yang dipimpin langsung oleh Ketua PN, Harris Tewa, SH.

"Tahun 2021 ini saya terima hasil putusan Kasasi dari Mahkamah Agung (MA) dalam bentuk salinan yang dibawa oleh petugas PN Raba Bima di rumah. Dan disebutkan alasan ditolaknya Kasasi kasus saya, karena saya tak mengajukan memori kasasi yang sebelumnya hal ini pernah menjadi polemik dengan Ketua PN," ujar Agus, Kamis, 20 Mei 2021.

"Dan saat bertemu langsung dengan Ketua PN di ruangannya bersama beberapa Insan Pers di Bima. Ketua PN yang telah menerbitkan surat ditolaknya pengajuan kasasi mengaku akan meninjau surat tersebut. Dan memberikan kesempatan kepada saya untuk mengajukan memori kasasi dalam waktu 1x24 jam dengan menyepakati waktu dalam memori kasasi itu tepat masih dalam jangka waktu 14 hari sebagaimana aturan yang ada dan selanjutnya Ketua PN janji akan menyampaikannya ke MA," jelas Agus. 

Ia menyayangkan, ternyata kesepakatan itu ibarat penipuan dan dusta yang dilakukan oleh Ketua PN. Karena, sesuai amar putusan kasasi. Ternyata, ditolaknya Kasasi kasus laporan Mantan Kapolres Bima Kota tersebut karena tidak mengajukan memori kasasi. Agus merasa kecewa dengan cara kerja dan pelayanan di PN Raba Bima. Karena, saat memori kasasi dibuat sesuai dengan ketentuan waktu yang diberikan Ketua PN. 

Dan saat dibawa ke PN, sambung dia, memori kasasi itu langsung diterima dan dicap oleh petugas PN sebagai pengesahan dokumen yang disampaikannya dan ia pun yakin dengan memori kasasi itu pihak MA akan mempertimbangkan dan merubah hasil putusan banding sebelumnya.

"Saya heran saja dengan komitmen dan kejujuran Ketua PN yang baru-baru ini mendapat penghargaan dari Kementrian karena memvonis mati kasus pedofilia dan korbannya meninggal itu. Saat memori kasasi itu sudah di tangan pihak PN, kenapa tidak disampaikan ke MA. Hingga hal ini tertuang dalam salinan putusan kasasi," beber Agus.

Ia pun mempertanyakan hasil putusan kasasi kasus ITE yang lain yang juga mendakwanya di tahun 2019 lalu. Saat itu, sebagai pelapor atau saksi korban adalah Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri. Saat proses sidang di PN Raba Bima tahun 2020 lalu, ia selalu menjalani dua sidang bersamaan yaitu perkara dengan pelapor Bupati Bima dan juga perkara dengan pihak saksi korban mantan Kapolres Bima Kota. 

Agus menambahkan, sebenarnya, ada upaya hukum lagi dalam perkara hukum yang dialaminya dengan melakukan Peninjauan Kembali atau PK. Dan sebagai nouvum atau bukti barunya sehingga diterima syarat diajukannya PK. Ia menilai bisa diajukan bukti terkait masalah memori kasasi tersebut. Namun, melihat kecurangan dan sikap dusta pelayanan dan pengakuan Ketua PN Raba Bima, ia pun merasa pesimis ada perubahan dan urung untuk melakukan upaya hukum tersebut. 

"Dalam perkara ini, saya memilih untuk menghormati proses hukum yang ada saat ini. Pihak Kejari Bima juga sudah melayangkan surat eksekusi yang meminta kehadiran saya di kantor Kejaksaan Raba Bima, hari ini, jam 09:00 WITA (Jum'at, 21 Mei 2021, red). Dan saya akan hadir untuk penuhi panggilan surat itu dan mengikuti proses hukum selanjutnya hingga menetap di Rutan Bima nanti," ujar Pimpinan Media Online Metromini (www.metromini.info).

Diakuinya, upaya memenjarakannya ini sebenarnya hanya alat pembungkaman yang dilakukan penguasa di Bima agar ke depan dia tidak lebih kritis dan menjadi trauma karena dibui. Ia pun menyayangkan, soal wacana dalam UU ITE yang ingin direvisi sesuai dengan pernyataan Presiden Jokowi agar nantinya pelaku tindak pidana penghinaan dalam delik aduan ini tak langsung dibui dan dibuat lebih manusiawi lagi. 

"Sayang wacana itu ternyata sia-sia saat ini. Tak ada kejelasan dan kelanjutannya lagi. Baiknya, seorang pemimpin tidak perlu melempar wacana yang kalau hanya setengah hati dan membuat PHP bagi rakyatnya. Padahal itu rencana yang baik, masa dengan hanya berkata-kata dan tulisan, seseorang harus hidup di penjara dan meninggalkan anak istri serta keluarganya. Sangat tak manusiawi, di tengah masalah kata-kata bisa selesai dengan saling memaafkan sesuai ajaran agama dan takkan mengulangi ke depannya," pungkas mantan Ketua LMND saat awal terbentuknya di Bima, belasan tahun yang lalu itu.   

Ia pun mengaku, penerapan hukum terhadap semua kasus ITE sangat kuat dugaannya tergantung keinginan para pelapor terutama dari kalangan penguasa atau pemilik modal yang akan diproses Aparat Penegak Hukum (APH). Sebab, kepentingan saksi ahli dari proses di Kepolisian kerap terdengar anggarannya ditanggung oleh pelapor dan demikian pula dengan proses selanjutnya yang selalu saja ada dugaan pemberian dari pelapor hingga sampai proses akhir adanya putusan Majelis Hakim. 

"Karena itu, di PN Raba Bima, banyak putusan hukum yang sangat kontras dan berbeda vonisnya. Padahal, pasal dan jeratan hukumnya dalam kasus yang sama, UU yang sama tapi bisa vonisnya beragam. Hal ini tergantung hubungan yang terjadi kemudian. Kalau terdakwa mau "jongos" dan mengikuti perintah pelapor. Proses menjadi ringan. Kalau terdakwa tetap berprinsip "fight". Dan biasanya dampak hukumnya lebih berat," imbuhnya.

Diakuinya, dari penelusuran beberapa kasus ITE di PN Bima. Ada seorang terdakwa yang divonis hukuman percobaan bahkan sejak dalam proses penuntutan oleh JPU. Dan keadaan yang dialami terdakwa ini, karena pelapor menilai terdakwa bisa dikendalikannya dan tak perlu diberikan sanksi yang berati. Tapi, ada juga yang serius hingga divonis 6 bulan penjara. Setelah vonis keluar, ada upaya negosiasi hingga menjadi kesepakatan baik dengan pelapor dan terdakwa tak di eksekusi. Dan ini ada menurut seorang oknum PNS di PN Bima.

"Setelah inkrah kasus penghinaan sekitar tahun 2016, terdakwanya tak dieksekusi oleh Jaksa sampai sekarang. Sementara terdakwa lain, yang tetap berharap keadilan dari palu hakim setelah meminta maaf kepada korban. Ternyata, ada yang dieksekusi seperti yang dialami saya saat ini. Inikan aneh. Saya dan ada seorang terdakwa dilapor kasus ITE oleh Bupati. Namun, tuntutan dan vonisnya berbeda. Yang pernah dilapor Bupati lalu itu tuntutan dan vonisnya percobaan. Sementara saya, baik ancaman tuntutan dan putusan Majelis Hakim PN Bima divonis 6 bulan bui," tutur mantan Ketua Liga Mahasiswa untuk Demokrasi (LMND) saat dibentuk awal di Bima, belasan tahun yang lalu itu. 

"Dan anehnya itu, saat hakim yang mengadilinya berbeda. Kok bisa ada yang divonis masuk dan ada yang percobaan. Keadilan jenis apa yang timpang begini wajahnya saat semua unsur hukum dan perkara yang sama," tambah Agus dengan sorotan nadanya yang kecewa. 

Ia mengungkapkan, resiko masuk bui sudah dipikirkannya sejak lama di tengah memang saat mengkritisi penguasa, seorang kuli tinta yang satu ini terkenal sangat kritis baik di medianya, lebih-lebih di akun Sosial media miliknya. Dan dia pun mengaku, ancaman masuk bui yang akan dilaluinya ini, takkan mengubah sifatnya untuk jadi pengecut dan takut melakukan kritikan terhadap penguasa lagi ke depan.

"Jika ketimpangan masih ada. Dan kedzoliman dilakukan penguasa maupun rakyat menderita namun tak ada perhatian pemerintah. Saya akan tetap berbicara dan menulis kritikan yang lantang untuk tetap berada di barisan rakyat yang susah dan tertindas saat ini," papar Ayah dari tiga orang anak itu. 

Diakuinya, hatinya sudah lama terdidik hingga menjadi sekuat baja dan selalu siap untuk menerima apapun hasil dari perjuangan yang dipilihnya. Dan menjadi seorang jurnalis memang resikonya tak mudah. Apalagi yang getol dalam mengawasi pembangunan dan dugaan korupsi maupun ketimpangan para pejabat negara dan daerah. 

"Dibui itu resiko yang sudah lama terasa akan saya alami di tengah pergulatan kritikan terhadap banyak penguasa yang saya lakukan selama belasan tahun hingga menginjak usia 35 tahun saat ini. Intinya, kita tak perlu menjadi seorang pecundang. Hidup sekali, buatlah yang berarti dalam hidup dengan catatan emas yang akan dikenang generasi," ujar mantan Ketua Pelajar Islam Indonesia (PII) Bima itu.

"Saya selalu memandang hukum sebagai Panglima hidup yang harus dihormati. Sebagai wujudnya, putusan hukum hasil pengaduan seorang perwira Polri yang pernah menjadi Kapolres di Kota Bima ini, setelah proses hukumnya berjalan selama kurang lebih dua tahun lamanya. saya terima dan akan saya jalani sanksinya dengan sepenuh hati," tegas Alumni SMAN 1 Kota Bima tahun 2003 itu. (RED)


Related

Kabar Rakyat 2058811789397773760

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

SPONSOR

join

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item