AJI: Kuli Tinta di NTB Harus Diupah Secara Layak

Ilustrasi. 

KOTA MATARAM - Memperingati hari kebebasan pers dunia (World Press Freedom Day) 3 Mei 2017, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram menyerukan seluruh jurnalis di NTB untuk berserikat, bersatu untuk memperjuangkan hak-haknya.

Ketua AJI Matatam, Fitri Rachmawati mengatakan, minimnya tingkat kesejahteraan jurnalis di NTB harus menjadi catatan penting bagi seluruh perusahaan pers di NTB agar mereka lebih mengedepankan UU Ketenagakerjaan dalam mempekerjakan wartawannya.

Berdasarkan data yang dihimpun AJI Mataram, tercatat ada 143 media yang tersebar di 9 kabuoaten/kota di NTB, baik media cetak, elektronik dan radio, namun masih banyak perusahaan media yang bekum memenuhi hak-hak jurnalisnya.

Salah satu persoalan yang ditemukan adalah perusahaan belum memberikan upah layak bagi jurnalis, dan tidak adanya kontrak kerja bagi para jurnalis dari perusahaan media tempat mereka kerja.

"Masih banyak bahkan ratusan jurnalis di NTB yang bekerja tanpa bekal kontrak kerja dan upah layak sesuai UMP," tegas Pikong.

Ia menjelaskan, kondisi ini sangat ironis dengan Laporan eksekutif Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia (IKPI) yang dikeluarkan Dewan Pers tahun 2016, yang menempatkan NTB pada urutan ke 18 dari 24 provinsi Indonesia. Dalam laporan yang disiarkan dewan pera itu, poin utama yang ditekankan adalah tingkat kesejahteraan jurnalis di NTB.

"Persoalan ini sangat serius, sebab minimnya tingkat kesehteraan jurnalis berimbas pada ketidak patuhan jurnalis pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ), terutama dalam menjaga independensi, dan mudah menerima amplop. Para jurnalis juga tidak mampu menjaga "pagar api" antara kerja jurnalistik mereka dan kepentingan perusahaan," paparnya, Rabu, 3 Mei 2017 dalam rilis persnya.

Dia menjelaskan, ketergantungan pada iklan dan kerjasama dari inatitusi pemerintah masih sangat tinggi. Di satu sisi, media membutuhkan asupan energi untuk bisa menggerakkan roda perusahaan pers mereka, akan tetapi secara langsung maupun tidak langsung hal ini menciptakan ketergantungan yang pada gilirannya meredam daya kritis media. Pemerintah dengan mudah bisa menyensor berita-berita yang dianggap mengganggu kepentingan mereka.

"Ini menjadi malasah yang menganggu independensi kerja-kerja jurnalis yang semestinya harus bebas dari kepentingan pihak manapun," kata dia.

Ia melanjutkan, karena itu ancaman kebebasan pers bagi jurnalis di NTB tidak hanya berupa intimidasi, tindak kekerasan fisik, tapi juga rawan tergadap kekerasan psikis dan mental, salah satunya dengan memanfaatkan kesejahteraan jurnalis yang masih rendah.

"Bantuan Langsung Tunai (BLT)" yang diduga diterima oknum jurnalis dari dana APBD di beberapa SKPD juga menjadi catatan serius, karena sangat rentan dijadikan alat untuk menghilangkan daya kritis jurnalis terhadap pihak-pihak yang memberikan dana "BLT" tersebut," jelasnya.

Untuk itu di hari Kebebasan Pers ini, AJI Mataram menyatakan sikap:
  1. Meminta perusahaan media memberikan upah layak bagi jurnalis
  2. Mendesak pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja untuk menindak perusahaan media yang tidak menjalankan UU ketenagakerjaan
  3. Menghimbau seluruh jurnalis tetap menjunjung tinggi UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik dalam menjalankan tugasnya untuk kepentingan publik
  4. Mengajak seleuruh jurnalis di NTB bersatu dan berserikat utuk memperjuanhkan hak haknya.
"Tak ada cara lain bagi jurnalis di NTB adalah segera bersatu dan berserikat, memperjuangkan upah layak bagi kesejahteraan jurnalis di NTB," tutup dia. (RED)

Related

Politik dan Hukum 7561875649816896659

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

SPONSOR

join

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item