Kasus Perzinahan, Polisi Bisa Tetapkan Tersangka

Abdul Basit Al Jailani, Advokat Muda dan Mantan Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Bima periode 2013-2014 lalu. FACEBOOK/Abdul Basit Al Jailani.
KOTA BIMA - Mantan Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Bima periode 2013-2014 lalu, Abdul Basit Al Jailani, menyorot profesionalisme dan proses penyelidikan kasus dugaan perzinahan yang diduga dilakukan SNR (Anggota DPRD Kota Bima, asal Partai Demokrat dengan seorang lelaki beristri Brigadir EW). 


Menurutnya jika ada penyidik atau akademisi, dalam kasus perzinahan yang mengatakan tidak adanya barang bukti sperma dan saksi mata yang melihat perkara itu susah untuk dinaikkan, maka itu adalah pendapat yang keliru yang terkesan tidak memiliki ilmu hukum pidana dan tidak memahami KUHAP dan KUHP secara konprenhensif.

"Berbicara saksi sudah tentu harus dilihat dalam ketentuan KUHAP, Pasal 1 angka 26 KHUAP menyebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapt memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yg ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Pengertian tersebut diperkuat oleh keputusan MK no65/PUU_VII/2010," katanya.


Ia mengungkapkan pula, pengujian UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, di mana pengertian saksi telah diperluas menjadi termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penydikan ,penuntutan dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar, sendiri,ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Jadi, pemahaman terhadap harus ada saksi yg melihat adalah pemahaman yang sempit yang dapat memandulkan penegakan hukum pidana materil. Selain itu, ia juga akan memberikan celah bagi para pelaku lolos dari jeratan hukum.apalagi ada pendapat yang mengatakan bahwa barang bukti sperma harus ada yang seakan-akan menjadi syarat utama untuk membuktikan bahwa telah terjadi perzinahan.

"Apakah kalau tidak ada barang bukti sperma lantas menghilangkan perbuatan perzinahan atau masuknya alat kelamin laki laki kedalam alat kelamin perempuan???," tanya dia.


Ia pikir persoalan dugaan perjinahan yang dilakukan oleh oknum anggota Dewan dengan oknum polisi sudah memenuhi syarat formal maupun materil dan sudah bisa ditetapkan sebagai tersangka.

"Tidak ada barang bukti sekalipun yang penting ada alat bukti maka persoalan itu bisa dilanjutkan sampai ketahap selanjutnya," kata dia.

"Banyak kasus-kasus yang sulit diungkap oleh anggota Polri seperti Kasus Bom Panci, "BOM ROA RA CEDO BOM EMBE, BOM PINGGA RA PIRI" (anekdok penulis dengan bahasa bima) dan yang lainnya, walau tidak ada saksi mata yangmelihat pelaku pada saat kejadian tetapi dengan keahlian anggota Polri semuanya bisa terungkap, apalagi hanya mengungkap kasus perzinahan.

"Kasus dugaan perzinahan ini akan menjadi tolak ukur kualitas penyelidik dan penyidik Kepolisian Resort Bima Kota. Permaslahan yang menimpa Kota Bima itu bukan hanya terletak pada ketidakmampuan penyelidik dan penyidik dalam mengungkap suatu peristiwa pidana yg terjadi. Tetapi jauh dari itu sbenarnya ada kesan bahwa penyelidik dan penyidik kita seolah ingin membiarkannya begitu saja tanpa memperhatikan kepentingan korban, hukum dan kepentingan umum," jelas dia.

Ditegaskannya, inilah yang memang menjadi penyakit dalam penegakkan hukum selama ini. Dimulai dengan kurangnya pemahaman kepolisian tentang persoalan hukum pidana yang kemudian diperparah lagi dengan tidak adanya inisitif dari para penyelidik dan penyidik untuk mengungkap kasus tersebut secara serius.

"Apa lagi ketika dihadapkan pada orang-orang yang memiliki pengaruh yang kuat secara politik di daerah tersebut. Saya tegaskan bahwa penyelidik dan penyidik itu harus lah orang-orang yang punya integritas dan profesionalisme tinggi, punya pemahaman terhadap hukum dan mampu membuat hipotesa terkait dengan kasus yang akan ditanganinya. Dan yang lebih penting lagi adalah tentang kesungguhan dari pada penyelidik dan penyidik itu sendiri dalam mengungkap suatu peristiwa pidana," kata dia.

Dia menjelaskan juga, tanpa ini semua, lebih baik tidak perlu lagi memperdebatkan tentang kemanfaatan, kepastian hukum apa lagi tentang keadilan. Hanya omong kosong semua, dan ketika hal seperti ini terjadi, maka timbul lah ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum, apa lagi terhadap penegak hukum. Sehingga tidak perlu diherankan lagi jika timbul kemauan masyarakat untuk mengadili sendiri dengan cara turun ke jalan-jalan untuk melakukan aksi demo yang cenderung anarkis dan banyak terjadinya peristiwa main hakim sendiri (eigenrechting) karena mereka menganggap bahwa penegak hukum sudah tidak bisa lagi memberikan manfaat, kepastian maupun keadilan.

"Inilah yang dinamakan oleh banyak ahli hukum sebagai tumpuan kekecewaan masyarakat terhadap penegak hukum dan ledakan emosi yang sudah tidak terbendung lagi. Hukum dan penegak hukum sudah seharusnya menjadi alat untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat dengan menjamin hak-hak hukumnya supaya tidak dilanggar. Sebagai penutupnya saya hanya ingin menyampaikan bahwa apa yang adil dan baik adalah hukumnya hukum (What is equitable and good is the law of laws), lihat Black,'s Law Dictionary," tutup mantan alumni STIH Muhammadiyah Bima itu, Jum'at, 5 Mei 2017. (RED)

Baca juga:

Related

Politik dan Hukum 2701450056671318013

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

 


SPONSOR

join

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Iklan

 


Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item