Prahara Puluhan Sapi yang Dibeli di NTT, Pengusaha di Bima "Gulung Tikar"

"Pengusaha Bangkrut Diduga Jadi 'Sapi Perahan' Banyak Oknum Aparat"

Dua kapal pengangkut puluhan ekor sapi dari Flores, NTT saat diamankan di Pelabuhan Bima di pertengahan bulan Februari 2021 lalu. Foto: GOOGLE/www.sindonews.com


KABUPATEN BIMA-
Pengusaha ternak yang biasa membeli sapi di luar asal salah satu desa di Kecamatan Bolo. Kabupaten Bima kini mengalami masalah dalam usahanya. Pasalnya, sekitar 92 ekor sapi yang dibelinya di berbagai desa di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang biasa dibawanya ke Kabupaten Bima, Sabtu, 13 Februari 2021 ditangkap aparat hukum. Dilansir dari sindonews.com, Anggota TNI Angkatan Laut (AL) menangkap dua kapal yang membawa 92 ekor sapi dari NTT menuju Bima. Dua kapal tersebut diamankan di sekitar perairan laut Bonto, Kecamatan Asakota, Kota Bima.

"Penangkapan pertama pada kapal yang membawa 31 ekor ternak sapi, sekitar pukul 20:30 WITA, Jumat (12/02/2021). Sementara penangkapan kedua dilakukan pada pada kapal yang mengangkut 61 ekor sapi sekitar pukul 06:30 WITA, Sabtu (13/02/2021)," dikutip dari sindonews.com, Minggu 14 Februari 2021 lalu.

Menurut Komandan Pos TNI AL, Peltu Muhamad, dari jumlah ternak kapan pertama, terdapat 4 ekor sapi jantan dan 27 ekor sapi betina. Lalu saat penangkapan pada kapal kedua terdapat 40 ekor sapi betina dan 21 ekor sapi jantan.  

"Dari jumlah keseluruhan 92 ekor sapi, 3 diantaranya mati disebabkan kecapean saat perjalanan," kata Komandan Pos TNI AL, Peltu Muhamad.

Masih dilansir dari sindonews.com, Kata Muhammad yang mengutip keterangan Anak Buah Kapal (ABK), puluhan ekor sapi ini didatangkan dari Flores NTT yang merupakan milik pengusaha berinisial SS, BL dan BH yang merupakan warga asal Dusun Pali Sondo, Desa Sondosia, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima. 

"Awalnya, sapi-sapi ini diamankan karena satu pun dari puluhan ternak yang dibawa ini tidak memiliki surat surat jual beli, rekomendasi pelepasan dari dinas terkait serta bukti angkutan dari daerah asal yakni pelabuhan di NTT," jelas Muhamad.

Menurutnya, diduga kuat, puluhan ternak ini sifatnya ilegal yang dibawa melalui "jalan tikus" dan tidak melewati jalur pelabuhan resmi. Sebab, di antara sekian sapi yang ada di dua kapal ini, merupakan ternak jenis ruminansia besar berjenis kelamin betina yang produktif di mana telah dilarang untuk tak boleh dibawa keluar dari daerah asal.

Dan saat itu, dua kapal berikut semua ternak masih disandarkan di Pelabuhan Bima untuk diamankan sembari dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan menunggu pemiliknya datang. Dan sempat pula saat itu, keadaan sapi yang kelelahan dan hampir mati, oleh sejumlah pemilik kapal dan ABK menyembelih beberapa ekor yang ada di atas kapal.

"Dalam posisi sandar di Pelabuhan Bima, sudah ada 3 ekor sapi yang kami sembelih karena disebabkan kelelahan berdiri selama beberapa hari," ungkap seorang ABK yang tak mau menyebut identitasnya itu.

Dalam perkembangannya, setelah dilakukan pemeriksaan dan menggelar rapat tertutup di kantor Syahbandar Pelabuhan Bima, disepakati puluhan ekor sapi yang diduga tak memiliki izin dan dokumen itu, setelah sejumlah pihak menggelar rapat tertutup di kantor Syahabandar Pelabuhan Bima, Minggu (14/02/2021), para pihak menandatangi kesepakatan pelepasan ternak ilegal tersebut. Pihak yang menyepakati itu terdiri dari Kepala KSOP Pelabuhan Laut Bima, Dokter Hewan Karantina Wilker Pelabuhan Laut Bima, Danpos Kolo TNI AL, Kepala Dinas Pertanian Kota Bima, Dinas Peternakan dan Keswan Kabupaten Bima dan ada juga personel Polairud Bima Kota.

Dalam isi kesepakatan, menyatakan sepakat untuk dilakukan tindakan penolakan karantina media membawa berupa sapi berjumlah 92 ekor dengan rincian 24 ekor jantan dan 68 ekor betina yang diangkut dengan dua kapal untuk kembali ke daerah asal dengan pengawalan.

"Untuk menghindari risiko penyebaran penyakit dari media pembawa Sapi yang berasal dari daerah yang tidak bebas penyakit Brucellosis yaitu Pulau Flores NTT. Sementara Palau Sumbawa termasuk Bima bebas dari peryakit Brucellusis tersebut. Dan yang kedua, bersifat segera dengan pertimbangan Animal Welfare sesuai dengan UU 18 tahun 2009," kata Dokter Hewan Karantina Wilker Pelabuhan Laut Bima, Astria Ardika di sela pelepasan berlangsung, dikutip dari sindonews.com.

Namun, diakui Astria bahwa puluhan ekor sapi yang diduga tak lengkap dokumennya ini, setelah dilakukan pengecekan fisik tidak satu pun ditemukan adanya penyakit berdasarkan yang tercantum dalam surat kesepakatan. Sementara, diketahui saat rapat tersebut, potensi pelanggaran hukumnya bahwa puluhan ekor sapi tersebut, satu pun tak memiliki izin berikut surat jual beli yang sah dari penjual yang ada di Flores, NTT. Diduga pula, penyelundupan sapi yang dinilai illegal ini bukan sekali ini saja. Kegiatan ini kerap terjadi di saat cuaca gelombang laut dalam kondisi membaik.

Akhirnya, sesuai hasil kesepakatan, puluhan ekor sapi tersebut sepakat dikembalikan ke daerah asalnya di Flores NTT dengan menggunakan dua kapal dan diberangkatkan Minggu (14/02/2012) siang. Dan dari jumlah sapi yang ada saat pengembalian tersebut, 7 ekor di antaranya ada yang mati di atas kapal dan keadaannya membusuk.

Dan ternyata, menurut Kapolsek Kawasan Pelabuhan Laut Bima Kota, IPTU Ma'rufudi, ada yang tak konsisten dengan kesepakatan pengembalian sapi ini untuk dipulangkan ke NTT. Pasalnya, puluhan sapi tersebut ternyata dilakukan pembongkaran di perairan Desa Oi Tui, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima dan tidak ada yang dipulangkan ke kembali ke NTT. Hal ini, terbongkar setelah diselidiki oleh pihak Polsek Wera di bawah wilayah hukum Polres Bima Kota.

"Setelah dilakukan pengintaian, kami kembali menangkap puluhan sapi tersebut tidak dibawa kembali ke Flores NTT. Kemarin sejumlah pihak sudah menyepakati untuk dikembalikan. Namun kenapa tidak dikawal tuntas hingga harus membuat puluhan ternak ini harus dibongkar di Wera. Publik pun sudah mencurigai adanya permainan yang menggiurkan dari beberapa pihak," ungkap Ma'rufudin, Selasa (16/2/2021), dikutip dari sindonews.com.

Sementara itu, Kapolsek Wera, IPTU Husnain menyesalkan tindakan ABK dan kapten kapal yang membongkar sapi hasil penyelundupan tersebut di tepi pantai perairan Wera pada tengah malam.

"Setelah mendengar informasi adanya kapal yang membongkar sapi di sekitar Pulau Sangiang, kami pun sudah mencurigai bahwa ternak itu merupakan pelepasan dari dermaga Pelabuhan Bima yang tidak memiliki izin sama sekali. Setelah dicek, alhasil benar yang kami sangkakan," tutur Husnain yang dikutip juga dari sindonews.com.

Kata Husnain, lantaran sudah mengetahui sapi-sapi itu bermasalah, jajaran Polsek Wera langsung mengamankan sebagai barang bukti berikut dua orang yang sedang menguasai ternak tersebut.

Dari hasil koordinasi dan kerjasama antara Polsek Wera dan KP3 Pelabuhan Laut Bima, kata dia, semua barang bukti yaitu puluhan sapi yang diikat tepi pantai Desa Oi Tui, tepatnya di sebelah perusahaan pasir besi JMK sebanyak 44 ekor sapi yang berhasil dikumpulkan petugas. Agar lebih serius penanganan proses kasus ini, Polsek Wera dan KP3 Pelabuhan Laut Bima menyepakati dilimpahkan ke Polres Bima Kota untuk ditindak lebih lanjut. 

"Berdasarkan koordinasi, barang bukti 44 ekor sapi, akan dibawa ke karantina pelabuhan bima," terang Husnain

Menurut laporan sindonews.com., 44 ekor sapi jantan dan sapi betina yang merupakan barang bukti tersebut akhirnya dibawa menggunakan lima truk ke Polres Bima Kota. Tak lama di Mapolres, akhirnya dibawa ke karantina untuk kembali dicek kesehatannya.

Babak Pengungkapan 

Dugaan Banyak Oknum yang Terlibat

Surat pelepasan ternak dari salah satu Pemerintah Desa yang ada di NTT dalam kasus ini. METEROmini/Dok

Seorang warga yang mengaku mengetahui tentang kasus puluhan sapi yang dibeli dari Nusa Tenggara Barat ini mengungkapkan fakta yang lainnya dari kasus ini. Seorang warga Kabupaten Bima sebut saja inisialnya AT mengatakan, saat puluhan sapi yang dibeli pengusaha asal Desa Sondosia ini diamankan pertama kalinya bukan oleh pihak Angkatan Laut di Bima. 

"Saat kasus ini terungkap, saya coba hubungi oknum petinggi di Polres Bima Kota dan sekarang beliau sudah pindah. Dan kami diarahkan untuk menghubungi anggota bernama Pak Yusuf untuk masalah sapi," ujar lelaki ini, Minggu, 14 Maret 2021. 

Menurut dia, puluhan sapi ini sebenarnya tidak illegal. Dan surat-surat pembelian dari pihak Pemerintah Desa yang ada di NTT sebenarnya ada dimiliki oleh pihak pengusaha. Diakuinya, kata dia, kuat dugaan adanya permainan oknum perwira di Satuan Reskrim Polres Bima Kota yang sudah pindah dan lama membangun hubungannya dengan pengusaha sapi yang ada di Desa Sondosia.

"Kami punya surat izin pelepasan dari Pemerintah Desa yang ada di NTT. Dan kebetulan saya mengetahui masalah yang dialami keluarga saya yang ada di Sondosia dalam kasus ini," ujarnya. 

Dia mengisahkan, usaha jual beli sapi ini merupakan kerjasama dengan seorang oknum di Polair NTT yang biasa dipanggil Pak Y. Dan Pak Y inilah yang membuat CV di NTT untuk urus izin pelepasan ternak di sana. Dan sebenarnya, masalah ini hanya soal administrasi saja. Di mana, saat sapi dibawa ke Bima tak ada rekomendasi penerimaan dari Dinas Peternakan Kabupaten Bima saja. 

"Dan rekomendasi ini bukan kami tak ingin mengurusnya. Tapi memang Dinas Peternakan di Bima tidak bisa mengeluarkan rekomendasi ini karena ada wabah penyakit di sana (NTT). Sekaligus ada Peraturan Daerah yang diterbitkan Pemprov NTB yang melarang masuknya sapi saat ini," jelasnya. 

Diakuinya, adanya masalah administrasi dan munculnya ruang hukum yang melarang masuknya sapi di NTB, diduga kuat ada kesempatan yang dimanfaatkan oleh oknum di Polairud Bima Kota dengan mantan perwira yang sudah pindah di Polres Bima Kota saat ini. 

"Dari sisi KUHP sebenarnya tak ada yang dilanggar dan masalahnya karena ada pelarangan di Perda dan dan surat rekomendasi dari Dinas Peternakan di Bima yang tak bisa diterbitkan selama ini," paparnya. 

Kata dia, pihaknya sangat berharap adanya ijin dan mudahnya soal administrasi dalam urusan bisnis ternak lintas provinsi yang ada di NTB saat ini. Sebab, usaha dagang ternak ini merupakan sebagian mata pencaharian warga yang ada di Desa Sondosia dan pihaknya berharap agar dinas terkait dan Kepala Daerah di NTB maupun di Bima bisa memberi kelonggaran dan ijin untuk usaha bagi para peternak.

"Dan sebenarnya kasus ini tidak sampai harus sejauh ini. Bila komunikasi dengan pihak Karantina baik dan sapi asal NTT sudah divaksin serta adanya kelonggaran dan ijin yang dipermudah oleh Pemerintah Daerah melalui dinas tehnisnya. Tentu, akan sangat membantu warga terutama para pengusaha sapi untuk ikut mengembangkan usaha dan memajukan Kabupaten Bima dalam bidang peternakan ini nantinya. Apalagi program BSS (Bumi Sejuta Sapi) di NTB sudah berakhir. Semoga ada perubahan aturan ke depan ini," ungkapnya. 

Ia menambahkan, soal puluhan sapi atau 92 ekor yang dibeli pengusaha asal Desa Sondorsia saat ini keadaan sapinya sudah habis dan pihak pengusaha bukan lagi rugi tapi langsung bangkrut usahanya. Menurutnya, keberadaan sapi yang menjadi alat bukti di Karantina yang dititipkan oleh pihak Polres Bima Kota sebanyak 44 ekor sudah dilelang semua. Dan nilai lelangnya hanya dihargakan Rp1 juta per ekornya. 

"Pengusaha sapi langsung bangkrut akibat kasus ini. Sekitar 44 ekor sapi yang ada di Karantina sudah dilelang semuanya. Harganya hanya dinilai Rp1 juta per ekornya. Dan ditambah lagi sapi saat dibongkar di Wera yang tercecer keadaannya diduga kuat ada yang menjualnya oleh oknum anggota yang ada di sana. 

"Saya yang langsung mengecek dan yang telusuri semua sapi-sapi ini. Kuat dugaan ada yang menjualnya oleh oknum anggota di Wera saat sapi tercecer di sana sebelum dibawa ke Polres Bima Kota maupun di lokasi karantiwa hewan di Kota Bima. Dan alasan pelelangan di karantina karena ini barang hidup yang setiap harinya harus keluarkan biaya," terangnya. 

Ditanya soal awal diungkapnya kasus puluhan sapi yang dibelinya dari NTT ini? Ia menjelaskan, pertama saat kapal pertama berangkat dari NTT muatan sapinya ada 61 ekor. Dari tiap ekor itu ada retribusinya sebesar Rp300 ribu, Dan ada pula surat pelepasan dari NTT untuk CV yang ditahunya milik oknum anggota Polair di NTT.

"Menjelang berangkat sapi-sapi ini, saat itu surat pelepasan tidak dikasih oleh oknum anggota Polairut yang berinisial Y ini di NTT. Karena sapi sudah di atas kapal sehingga langsung diberangkatkan. Dan yang punya sapi-sapi ini memilih jalan darat sambil menunggu surat dari pihak CV atau Pak Y ini. 

"Saat itu, surat memang belum dikasih. Dan kapal ditangkap pertama oleh pihak Polair Bima Kota yang disinyalir bekerjasama dengan oknum petinggi di Satreskrim Polres Bima Kota. Saat itu, pihak oknum aparat itu meminta tebusan sekitar Rp30 juta untuk 61 ekor sapi yang didatangkan dari NTT ke Bima ini. Tapi, oleh pemilik sapi hanya disetor melalui oknum anggaota yang dinas di Polair Bima Kota," bebernya. 

"Sehingga kapal yang mengangkut 61 ekor sapi itu bisa lolos sampai kawasan Laut Lewamori  dan saat kapal ingin disandarkan di Dusun Pali Sondo. kapal tersebut ditangkap lagi oleh pihak anggota Polair Bima. Sudah lolos dari Polair Bima Kota dan dan ditahan lagi oleh Polair Bima dan tidak mengizinkan untuk dilakukan pembongkaram di wilayah Desa Sondosia. Dan pihak kapal disuruh kembali ke kota. Kuat dugaan karena yang dapat jatah saat itu yang di kota saja," sindirnya dengan begitu menyakinkan adanya dugaan transaksi dan uang pelicin untuk oknum anggota dalam kasus sapi ini.

Dilanjutkannya, saat kembali ke Kota Bima, di sini kapal yang memuat 61 ekor sapi ini ditangkap oleh anggota TNI AL bersama dengan kapal kedua yang memuat 31 ekor sapi. Dan seperti diberitakan banyak media, lanjut dia, saat pertemuan terkait puluhan sapi yang diangkut dengan dua kapal dari NTT ini telah disepakati untuk dikembalikan ke Pulau Flores. 

Kata dia, memang saat pemulangan sesuai perjanjian, sapi-sapi ini akan dikawal oleh anggota dalam keberangkatannya dari Pelabuhan Bima menuju NTT. Namun, tak lama kemudian, anggota yang mengawal itu kembali lagi ke Kota Bima. Para anggota tersebut, sepertinya melepas dua kapal ini. Dan karena kehabisan bahan bakar serta cuaca gelombang yang tinggi, kedua kapal tersebut singgah untuk istrirahat di Perairan Laut yang masuk kawasan Desa Oi Tui atau lempat pasir besi di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima. 

"Memang sapi-sapi itu sempat diturunkan karena mabuk dan keadaannya banyak yang lemas selama di atas kapal. Dan akhirnya pula, sapi-sapi itu tak jadi dibawa kembali ke NTT. Karena, setelah dibongkar di Wera, saat dua orang ABK kapal yang mencari bahan bakar. Tiba-tiba, datang anggota Polri yang menangkap ABK tersebut dan mengamankan puluhan sapi yang sudah diturunkan," ujar dia.

Salah satu dokumen yang diterbitkan kantor karantina terkait dengan kasus puluhan sapi asal NTT ini. METEROmini/Dok

"Dan karena takut adanya tembakan peringatan, dua kapal itu pun kabur bersama dengan para ABK yang tersisa di atas kapal. Sementara, ada ABK yang kabur ketakutan dan pemilik sapi ini tak ada saat sapi-sapinya diamankan di Wera saat itu," tambah dia. 

Ia pun menambahkan, saat di Wera dalam penelusuran yang dilakukannya, untuk sapi-sapi yang kecil dan berjenis kelamin betina diangkut ke karantina yang jumlahnya sebanyak 44 ekor. Sementara, ada sekitar 41 ekor yang diduga disembelih dan dijual ke masyarakat. 

"Sekarang semua sapi itu sudah habis dan diduga kuat banyak oknum yang memanfaatkan serta mencari untung dalam kasus ini seperti oknum yang ada di institusi Polair, di Karantina maupun oknum Perwira yang sudah tak lagi bertugas di Satreskrim Polres Bima Kota. Demikian pula dengan oknum yang ada di Polsek Wera. Dalam penelusuran kami, hanya TNI AL yang mungkin karena mengetahui adanya permainan ini sehingga ada perasaan kasihan ke masyarakat atau pihak pengusaha ternak dalam kasus ini," beber pemuda yang mengaku tak takut dengan resiko atas pengungkapan dan pernyataannya dalam kasus ini.

Sementara itu, pengusaha ternak di Desa Sondosia, pria berinisial S yang sempat diwawancara METEROmini tak bisa berkata banyak dalam kasus ini. Diakuinya, semua sudah tak ada lagi yang diharapkan untuk melanjutkan usaha atau bisnis ternak yang sudah digelutinya sejak lama bersama rekan-rekan pengusaha sapi di desanya. 

"Kami mau bilang apa lagi. Tak ada yang bisa diharapkan lagi dalam kasus ini. Dan saat ini, saya belum bisa bicara banyak Pak Wartawan," ujar S kepada media ini saat dihubungi nomor ponselnya, Senin, 15 Maret 2021 siang.

Sementara itu, pihak Polres Bima Kota yang dihubungi melalui Kasat Reskrim yang belum lama bertugas di Polres Bima Kota yaitu IPTU M. Rayendra saat dihubungi ponselnya belum bisa memberikan tanggapannya dalam kasus ini. Demikian pula dengan para oknum anggota yang diduga tersangkut dalam kasus ini sebagaimana yang diungkap oleh sumber berita masih dilakukan upaya konfirmasi lebih lanjut lagi. (RED)


Related

Politik dan Hukum 8017436186839703049

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item