PDI Perjuangan Desak Pemerintah Jawab Keresahan Warga Bantaran Sungai Sesuai Janjinya di Perumahan Relokasi

Ketua DPC PDI Perjuangan Kita Bima, H. Ahmad Yadiansyah (kanan) saat berpose bersama Presiden RI Ir. Joko Widodo. METROMINI/Dok


KOTA BIMA - Rencana yang kesekian kalinya oleh Pemerintah Kota Bima yang akan melakukan pembongkaran rumah warga di bantaran sungai agar warga mau direlokasi ke perumahan yang disediakan untuk warga korban banjir di Kelurahan Kadole, Kecamatan Rasanae Timur, Kota Bima. 

Namun, rencana pembongkaran rumah yang akan dilakukan pihak Pemkot Bima masih menuai penolakan. Warga beralasan, masih banyak fasilitas dasar yang tidak ada di perumahan relokasi di Kadole Kecamatan Rasanae Timur Kota Bima. 

Seperti sekolah seperti PAUD, Puskesmas atau polindes, Rumah Ibadah hingga jaringan telepon. 

"Saya sudah setahun tinggal di Kadole, bolak balik ga menetap. Gimana mau menetap, saya jualan ikan di sini. Kalau jualan di sana (Kadole) siapa yang beli, tidak ada orang," ungkap Fatma, seorang warga RT 01 RW 01 Kelurahan Dara, Kecamatan Rasanae Barat, Kota Bima, Minggu, 6 November 2022. 

Warga lainnya Suharni mengungkap, tidak adanya jaringan telepon dan internet menjadi alasan kenapa dirinya enggan pindah. 

Apalagi anak-anaknya sekolah aktif menggunakan handphone, sehingga dirasa tidak layak untuk tinggal di Kadole. 

"Belum lagi kondisi rumah saya, sudah tidak layak. Pertama-tama selesai dibangun, itu bagus. Tapi lima atau enam bulan kemudian, semua lantai rumah saya menggelembung, tembok retak," beber Suharni. 

Dua warga ini mengakui, telah menandatangani surat pernyataan bersedia di relokasi saat pendataan. Namun saat itu tegasnya, pemerintah berjanji akan membangun fasilitas dasar bagi masyarakat seperti sekolah dan lainnya. 

"Kami mau pindah, kami mau rumah kami dibongkar, tapi lengkapi dulu fasilitas kami di atas sana," tegasnya. 

Sementara itu, Ketua RT 01 Kelurahan Dara Efendi menyampaikan, hingga saat ini masih ada rumah relokasi warganya yang tidak memiliki septi tank. 

"Juga ada yang masih belum dapat rumah. Lahan kosong juga belum diganti," tambahnya. 

Efendi juga menyoroti pemerintah yang seolah tebang pilih, dalam membersihkan bangunan sepanjang bantaran sungai. Sepanjang bantaran sungai Padolo, terutama di sisi selatan banyak berdiri bangunan ruko megah. 

Menurut Efendi, hingga saat ini tidak ada pernyataan dari pemerintah jika ruko-ruko tersebut juga akan diratakan dengan tanah. 

Efendi menyebutkan beberapa bangunan ruko tersebut, seperti toko Columbia, toko automotif Pilar dan gedung milik warga keturunan Mulyono Tan atau yang biasa disapa Baba Ngeng. 

"Kami sudah tanya ke BPBD, kasi dan kabidnya beda suara. Pemerintah tidak bisa berikan jawaban apapun, terkait bangunan-bangunan besar itu," ungkapnya. 

Ditanya soal agenda pembongkaran yang akan dilakukan pada Senin (6/11/2022) besok, Efendi dengan tegas mengatakan, pemerintah harus memulainya dari titik nol arah barat sungai. Artinya, memulai pembongkaran dan perataan bangunan dari toko-toko besar di sepanjang bantaran sungai. 

"Jangan rumah warga yang kecil-kecil ini saja dong. Kami minta harus mulai dari titik nol di bagian barat jembatan," tegasnya.

Menanggapi keluhan warga tersebut. Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bima, H. Ahmad Yadiansyah mengungkapkan, agar proses relokasi atau rencana pembongkaran rumah warga pinggiran sungai dilakukan secara humanis dan tidak menggunakan cara atau tindakan represif kepada warga.

Kata H. Yadi, sapaan akrabnya, Pemerintah Kota Bima semestinya melakukan kegiatan relokasi ini setelah terpenuhi kehidupan masyarakat di wilayah rumah relokasi yang keadaannya adil dan makmur. Artinya, semua janji dan persyaratan yang disampaikan oleh pemerintah seperti penyediaan fasilitas umum seperti air bersih, rumah layak huni, jaringan, bangunan sekolah, rumah ibadah dan puskesmas di wilayah rumah relokasi sudah disiapkan oleh pemerintah.

"Wajar jika relokasi ditolak oleh warga. Jika persyaratan dan janji Fasilitas Umum (Fasum) maupun kebutuhan primer, sekunder dan tersier belum disiapkan oleh pemerintah," ujar H. Yadi, di Rumah Perjuangan, Kelurahan Sambinae, Minggu (6/11/2022) sore ini.

Ia menambahkan, pihaknya merasa prihatin dengan curhatan dan suara hati masyarakat yang bila dilakukan pemaksaan untuk merelokasi warga. Dan jika pun penolakan dilakukan, pihaknya sepakat jika memang semua kewajiban dan syarat-syarat yang dijanjikan pemerintah belum disiapkan untuk kehidupan yang layak bagi masyarakat bantaran sungai yang ingin direlokasi.

Untuk diketahui, total warga yang direlokasi di Kota Bima ini, sebanyak 1.200 rumah yang tersebar di sepanjang sungai Padolo dan Melayu. 

Sungai ini, merupakan 2 sungai besar yang membentang dari arah timur dan utara Kota Bima. 

Program relokasi menjadi bagian dari proses rehabilitasi dan rekontruksi, pasca banjir bandang yang melanda Kota Bima tahun 2016 lalu. 

Warga yang tinggal di sepanjang sungai dengan jarak 5 meter dari bibir sungai, dimasukkan dalam data untuk direlokasi. 

Ada 3 wilayah yang dipilih oleh Pemerintah Kota Bima, yakni di Jati baru Asakota, Oi fo'o dan Kadole. 

Selain itu, juga ada warga yang memilih untuk membangun rumah pengganti di lahan miliknya sendiri, dikenal dengan relokasi mandiri. Sedangkan untuk lahan kosong, tidak dimasukkan dalam data relokasi karena pendataan berbasis bangunan. (RED)

Related

Pemerintahan 8578240426361081416

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item