Aspirasi Retail Modern di DPRD, Agus Pesimis Hasil Perjuangan Dewan Maksimal
Agus Mawardy, warga asal Kelurahan Rabangodu Utara, Kota Bima. METROMINI/Dok |
KOTA BIMA - Setelah pertemuan yang digelar Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) Bima Raya bersama kelompok pegiat LSM di ruang Banggar DPRD Kota Bima yang diterima langsung Ketua Komisi II Taufik Karim, Rabu, 2 November 2022 lalu.
Pertemuan yang diharapkan akan dilanjutkan dengan pertemuan segitiga atau lebih antara GPM dan LSM bersama Legislatif dan pihak Eksekutif terkait maupun pihak manajemen retail modern yang baru masuk di Kota Bima yaitu Alfamart dan Indomaret.
Setelah dua pekan ditunggu dari janji Ketua Komisi II lalu. Sempat dikonfirmasi perkembangan di ruang kerjanya. Saat itu, Taufik menjelaskan bahwa sesuai arahan Ketua DPRD Kota Bima, pertemuan Triparti (segitiga) itu tidak bisa dilaksanakan.
"Setelah kami melaporkan hasil pertemuan awal dan mengkomunikasikan keinginan pertemuan segitiga sesuai hasil pertemuan dengan GPM dan teman-teman aktivis. Arahan atau petunjuk dari Pak Ketua DPRD bahwa sesuai dengan Tata Tertib (Tatib) di DPRD Kota Bima saat ini. Untuk Rapat Dengar Pendapat belum bisa dilaksanakan secara Tripariti," ungkap Taufik, pekan lalu.
Baca juga: Komisi II Apresiasi Kehadiran GPM Bima Raya yang Sorot Menjamurnya Retail Modern di Kota Bima
Anggota Komisi II lainnya, Syamsuddin pun menegaskan pernyataan yang sama. Namun, duta PAN Kota Bima itu mengaku pihaknya telah mengundang Kadis DPMPT-SP dan menyepakati tidak ada tambahan jumlah retail modern ke depan selain yang sudah ada saat ini.
"Dari penjelasan Kepala DPMPT-SP saat kamu undang lalu bahwa jumlah Alfamart sekarang 21 titik. Dan Indomaret ada 6 titik. Dan disepakati tidak akan ada penambahan lagi," jelas Syamsuddin sembari memberikan salinan pasal Tatib DPRD di ruang kerjanya.
Ia mengaku, untuk soal ijin belum mendapatkan salinan dokumen dari pihak DPMPT-SP Kota Bima maupun dari Dinas-dinas terkait yang berhubungan dengan Retail Modern. Seperti, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Dinas PUPR Kota Bima dan dokumen UKL/UPL yang diterbitkan Dinas Lingkungan Hidup.
"Dalam waktu dekat beberapa dinas atau OPD terkait akan kami panggil dan menanyakan terkait dengan proses perijinan 27 toko-toko modern yang sudah berdiri di Kota Bima saat ini," tandasnya.
Sementara itu, seorang warga Agus Mawardy menilai bahwa jumlah retail modern di Kota Bima yang sudah ingkar dari komitmen awal yang hanya diberikan 11 ijin prinsip oleh Wali Kota Bima. Ia mengaku, hadirnya puluhan atau 27 toko retail modern di Kota Bima adalah kebijakan yang kebablasan dan wujud dari karakter pemimpin yang kapitalistik atau pro terhadap modal dan cukong dan mengabaikan keberadaan UMKM atau usaha toko dan kios milik masyarakat lokal.
Harusnya, menurut Agus, sisi UMKM dan retail atau toko milik masyarakat yang didorong dan diperbanyak. Ini malah retail asing yang dibawa masuk dengan jumlah yang kebablasan hingga berdampak pada pengurasan modal yang berputar di Kota Bima karena tertarik saat banyak masyarakat berbelanja di Alfamart dan Indomaret..
"Dari kesepakatan antara Dinas DPMPT-SP dan Komisi II bahwa dibatasi jumlahnya hanya 27 titik itu bukan akhir dari masalah ini. Kota Bima ini dulu hanya satu kecamatan saat belum dimekarkan. Dilihat dari sisi geografis dan sosiologi, 27 titik itu angka yang kebablasan. Dan mungkin angka ini muncul akibat banyak konspirasi keuntungan yang didapat pemangku kebijakan dari pemilik modal," duganya.
"Kami mendesak agar keberadaannya dievaluasi dan dihadirkan hanya 11 titik sebagaimana pengumuman awal pihak pemerintah saat membuka pintu masuk retail modern di Kota Bima," sambung Agus.
Baca juga: Bak Kesetanan 26 Retail Modern Muncul di Kota Bima, Warga Minta RDP Hingga Pansus DPRD Dibentuk
Ia menjelaskan, ada motif mencari modal dan mengendorkan sisi aturan yang semestinya tidak mudah untuk menghadirkan satu titik retail modern ini. Lemahnya pengawasan dewan, kebablasannya ijin prinsip yang diberikan Walikota ditambah penjelasan Kepala DPMPT-SP Kota Bima bahwa untuk kehadiran retail modern hanya membutuhkan satu ijin dan bebas dibangun di mana saja.
"Kondisi ini tercium bahwa ada konspirasi besar mulai dari Wali Kota yang menerbitkan 27 ijin prinsip. Kendornya pengawasan DPRD hingga ditolaknya pertemuan Triparti. Dan konyolnya penjelasan Kepala DPMPT-SP di beberapa media soal ijin tambahan di luar 11 titik dari sosialisasi awal kehadiran Alfamart di Kota Bima Tahun 2020/2021 lalu," papar Agus.
Ia menjelaskan, sesuai kaidah hukum atau aturan yang mengatur tentang IUTM (Ijin Usaha Toko Modern) sangatlah ketat dan tidak mudah untuk diberikan atau diterbitkan. Pasalnya, selain pengurusan yang sudah online dan di masing titik harus dilakukan sosialisasi bersama tetangga dan masyarakat. Dan soal jaraknya yang tak boleh dekat dengan pasar tradisional atau antara satu toko dan toko modern lainnya tak boleh berdekatan atau diatur radius dan jaraknya. Termasuk di masing-masing bangunan toko harus memiliki dokumen UKL/UPL atau analisa mengenai dampak lingkungan yang diterbitkan pemerintah.
"Semua pengaturan terkait ingin mendirikan Usaha Toko Moder di atur dalam Peraturan Presiden 112 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2013. Tapi yang terjadi di Kota Bima, hadirnya 27 retail modern ini diindikasikan banyak aspek yang bermasalah terutama soal ijinnya," bebernya.
Kata Agus, ijin yang diberikan disinyalir karena atensi dari pimpinan yang oleh jajaran aparatur di bawahnya diduga banyak mengabaikan aturan dan larangan di dalamnya. Kalau diinvestigasi kehadiran puluhan toko baik Indomaret dan Alfamart. Selain lokasinya banyak yang bermasalah seperti berdekatan dengan pasar. Radius atau jaraknya yang sangat dekat. Dan masalah longgarnya pemberian ijin yang diindikasi melabrak sederet aturan dan ketentuan yang berlaku," papar Agus.
Menilai hal di atas, lanjut dia, harapan banyak masyarakat agar jumlahnya dikurangi jika diharapkan proses melalu lembaga DPRD Kota Bima yang diduga hanya lisannya beberapa anggota yang menolak jumlahnya yang banyak. Namun, sikap diam dan mempolitisasi aspirasi yang disampaikan masyarakat. Sangat kecil harapan masalah dan desakan untuk mengurangi jumlah toko ini bisa diharapkan dalam putusan final lembaga perwakilan rakyat Kota Bima.
"Kami pesimis jika di awal saja pihak Ketua DPRD bahkan Komisi II yang semangat menerima aspirasi awal lantas tertutup bahkan ingin bungkam di tengah jalan untuk bisa menuntaskan harapan masyarakat agar jumlahnya dikurangi," ungkap mantan Ketua LMND Bima di tahun 2004 lalu itu.
"Dan dua hari terakhir saja. Ketua Komisi II yang janji akan menghubungi dan memberikan penjelasan lanjut. Semua hanya harapan palsu saja," tambahnya.
Kendati demikian, Agus tetap akan terus melakukan kordinasi dan mengkonfirmasikan setiap perkembangan proses yang dilakukan jajaran Komisi terkait agar jumlah retail modern ini berkurang.
"Namun, jika hingga akhir tahun ini tak ada perkembangan dan pihak dewan malah berpihak ke pemilik modal atau wajah kapitalisme puluhan retail modern ini. Maka di awal tahun 2023 nanti. Masalah ini akan kami bawa ke meja hijau atau dilaporkan secara resmi atas proses kehadiran dan ijinnya yang diindikasikan bermasalah saat ini," terang Aktivis asal Kelurahan Rabangodu Utara itu.
"Ingat, di Kota Bima soal ijin sudah ada contohnya yaitu Wakil Wali Kota Pak Feri Sofyan yang dipenjara saat ini. Beliau divonis 6 bulan karena membangun Jetty dalam kasus ijin yang bermasalah," ucap Agus.
"Lantas, bagaimana dengan 27 retail modern yang dari awal soal ijin sudah keliru disampaikan oleh Kepala DPMPT-SP lalu?," imbuh Agus menambahkan. (RED)
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.