Sidang Korupsi Fiberglass, Terdakwa Minta Izin Nikahkan Anaknya Hingga Sebut Nama Mertua dan Dua Ipar Bupati Bima

Drs. H. Taufik Rusdi, terdakwa kasus ddugaan korupsi pengadaan sampan fiberglas di Pemkab Bima saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Mataram, belum lama ini. METROMINI/Dok
KABUPATEN BIMA - Pada proses persidangan kasus dugaan korupsi sampan fiberglass di Pengadilan Tipikor Mataram dengan terdakwa mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bima Drs. H. Taufik Rusdi yang berlangsung pada hari Selasa, 12 Maret 2019 terkuak beberapa hal yang menghebohkan. Saat sidang berjalan, Terdakwa Taufik terlihat santai dengan proses sidang yang dipandu oleh Ketua Majelis Hakim Suradi. 

Dalam agenda pembacaan dakwaan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Budi Tridadi Wibawa menyebutkan nama lain yang terlibat dalam proses pengadaan sampan fiberglass di tahun 2012 lalu. JPU menyebutkan nama adik dari almarhum mantan Bupati Bima di tahun 2012 lalu atau disaat proyek dilaksanakan. Setidaknya ada enam kali nama adik mantan Bupati Bima lalu yaitu Hj. Ferra Amelia sebut JPU dalam dakwaannya. 

JPU Budi menerangkan, saat pengadaan sampan fiberglas dengan anggaran senilai Rp1 miliar, terdakwa melaksanakan tanpa membuat beberapa dokumen seperti Harga Perkiraan Sendiri (HPS), Rencana Kerja Syarat-Syarat (RKS), Rencana Anggaran Belanja (RAB), dokumen pengadaan, gambar, rincian harga barang dan Dokumen Enginer Estimate (EE). 

“Terdakwa melakukan perbuatan bersama-sama dengan Hj. Ferra Amalia yang mengandung motif terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yakni Hj. Ferra Amalia selaku penyedia barang (saat itu sebagai adik almarhum mantan Bupati Bima, H. Ferry Zulkarnain, ST) dengan nilai pekerjaan salah satu paket sebesar Rp159.816.518,” kata Budi saat membacakan dakwaannya.

Budi mengatakan, pengadaan sampan ini dikerjakan melalui  Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Bima yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Transdes Kementrian Dalam Negeri Rp1 miliar pada tahun 2012. Saat itu, Terdakwa Taufik ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

"Taufik didakwa melakukan rekayasa proses penunjukan langsung dengan seolah-olah menunjuk lima perusahaan untuk mengerjakan lima paket proyek itu. Adapun rincian rekanan pihak kontraktor yaitu CV. Lewamori Putra Pratama sebagai pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Kore, Kecamatan Sanggar dengan nilai kontrak Rp198.290.000. Ada CV. Lamanggila sebagai pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Punti, Kecamatan Soromandi dengan nilai kontrak Rp198.450.000," sebut Budi.

"Sedangkan, CV. Wadah Bahagia sebagai pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Lamere, Kecamatan Sape dengan nilai kontrak Rp198.300.000. Dan CV. Sinar Rinjani sebagai pelaksana kegiatan pengadaan pengadaan sampan dengan nilai kontrak Rp198.380.000. Serta CV. Bima Putra Pratama pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Bajo Pulau, Kecamatan Sape dengan nilai kontrak Rp198.200.000," sambung dia. 

Ditegaskannya, terdakwa saat itu meminta Hj. Ferra untuk mempersiapkan kelengkapan dokumen atau profil dari lima perusahaan tersebut. Dan dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan sampan fiberglass selaku kontraktor di lapangannya dikerjakan oleh Hj. Ferra Amalia (Ipar Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri saat ini, red).

Budi melanjutkan, dalam pelaksanaan pengadaan sampan ini, ternyata Hj. Ferra tidak dapat menyelesaikan sampai batas waktu yang ditentukan di dalam kontrak tertanggal 13 Desember 2012. Pekerjaan baru dapat diselesaikan 100 % pada akhir tahun 2013 lalu. Meski pełaksanaan pengadaan sampan fiberglass oleh Hj Ferra tidak dapat diselesaikan tepat waktu, kata Budi, terdakwa telah melakukan pembayaran atas kerugian tersebut sebesar 100%.

“Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp159.816.518. Angka tersebut berdasakan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Perwakilan NTB,” sebutnya.

Sementara itu Penasehat Hukum Terdakwa, Nukman mengatakan bahwa pihaknya akan mengajukan eksepsi pada sidang selanjutnya. Tak sampai di situ, usai sidang pun, Terdakwa kasus sampan fiberglass Taufik Rusdi akhirnya membuka mulut dan 'bernyanyi’ lantang di Pengadilan Tipikor Mataram, Selasa (12/3/2019).

Taufik mengakui pengadaan sampan berwarna kuning kombinasi putih susu itu penuh rekayasa yang dilakukan sejak tahap awal hingga akhir. Dia mengaku adalah pihak yang mengatur proyek senilai Rp1 miliar agar bisa dimenangkan Hj. Ferra Amelia, yang kini maju sebagai Calon Legislatif (Caleg) DPR RI Dapil Pulau Sumbawa dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 

Saat pelelangan, Dae Ferra (sapaan akrab mantan Ketua DPRD Kota Bima itu) menyodorkan lima perusahaan di mana tiga perusahaan milik beliau (Dae Ferra, red) dan dua perusahaan mereka pinjam milik pihak lain. 

"Dalam perusahaan tersebut, satu perusahaan, diketahui direkturnya atau milik Ferdiansyah Fajar Islam (adik kandung Dae Ferra yang saat ini pun menjadi Calon Anggota DPRD Provinsi NTB Dapil Bima dan Dompu dari Partai Golkar, red). Satu lagi milik orang tua Dae Ferra (mertua Bupati Bima saat ini, red) yang tertera sebagai direkturnya. Dan ada satu perusahaan lagi atas nama Rafik yang merupakan sopir Dae Fera, Prinsipnya tiga perusaan itu milik Dae Ferra," terang terdakwa yang saat ini tinggal di salah satu rumah bersama keluarganya di Kelurahan Sadia, Kecamatan, Mpunda, Kota Bima itu. 

Terdakwa mengaku terpaksa mengatur pekerjaan pengadaan sampan fiberglass karena saat penentuan rekanan mendapat tekanan langsung. Tekanan tersebut datang dari mantan Bupati Bima almarhum Ferry Zulkarnain (mendiang suami Bupati Bima yang sekarang) dan juga dari adik Bupati Ferdiansyah Fajar Islam alias Dae Ade yang di tahun 2012 lalu menjabat sebagai salah seorang anggota DPRD Kabupaten Bima duta Partai Golkar.

"Apalah kekuatan seorang Taufik Rusdi  dibanding ketiga bersaudara kandung, almarhum Dae Ferry, Dae Ferra dan Dae Ade. Apa seh arti seorang Taufik Rusdi yang datang dari Dompu bertugas di Bima, tidak ada apa-apanya,” cetus dia, dilansir dari sebuah media online.

Ia memastikan, pihaknya akan membongkar siapa saja yang terlibat di kasus ini. Ia berjanji akan menuangkan dalam eksepsinya pada persidangan selanjutnya. Sementara itu, di saat sidang berjalan sebelumnya, tiba-tiba Terdakwa Taufik Rusdi mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim agar bisa diberikan kesempatan untuk menikahkan putri sulungnya pada hari Sabtu, 16 Maret 2018 (besok, red).

Dengan nada sedih, Kepala BPBD Kabupaten Bima non aktif itu, mengambil pengeras suara dan menyampaikan permintaan secara lisan dan juga disampaikannya secara tertulis.

“Kami mengajukan permohonan izin yang mulia agar diperkenankan hadir sebagai wali untuk menikahkan putri sulung kami pada hari Sabtu, 16 Maret 2019,” ucap Taufik yang dilantunkannya berkali-kali agar permohonannya itu direstui majelis hakim.

Sementara, Ketua Majelis Hakim Suradi mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan dengan anggota majelis.  “Apakah dikabulkan atau tidak, kita akan sampaikan melalui pihak penuntut umum,” terang Suradi

Di sisi lainnya, dilansir dari sebuah media online, Hj. Ferra Amalia alias Dae Ferra mengaku tidak tahu menahu soal ‘nyanyian’ Taufik Rusdi. “Maaf saya belum tahu hal itu,” katanya, Kamis (14/3/2019) kemarin. (RED)
.

Related

Politik dan Hukum 236425122447664992

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

 


SPONSOR

join

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Iklan

 


Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item