Bantuan Pribadi Wali Kota di Masjid Desa Teke Menuai Kontroversi

 "Dana CSR Perusahan Air Mineral 'Asakota' Pun Dipertanyakan"

Wali Kota Bima saat memberikan bantuan dana pembangunan masjid di Desa Teke, Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima, Jum'at, 12 Februari 2021. METEROmini/Dok 

KOTA BIMA - Wali Kota Bima, H. Muhammad Lutfi dan Wakil Wali Kota Bima Feri Sofyan, SH di tengah menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Daerah Kota Bima memang konsen dalam mengalokasikan dana pembangunan untuk rumah ibadah khususnya masjid dan mushola yang ada di Kota Bima. 

Di tahun 2020 lalu, senilai Rp10 miliar telah dialokasikan untuk pembangunan Masjid Agung Al Muwahin Bima. Sementara di tahun anggaran 2021, Pemerintah Kota Bima telah menganggarkan untuk bantuan masjid dan musholla se Kota Bima senilai Rp7,4 miliar.

Di tengah program yang mendapat apresiasi warga Kota Bima. Namun, sorotan terhadap janji-janji politiknya pun masih terus dipertanyakan warga kepada pasangan pemimpin yang mengusung jargon perubahan di kala masa Pilkada tahun 2018 lalu itu. 

Kali ini, sosok Wali Kota Bima yang merupakan pria dari anak seorang ayah yang berasal dari Desa Teke itu menyempatkan dirinya untuk menggelar sholat Jum'at di Desa Teke bersama dengan Sekretaris Daerah, Muhtar Landa yang merupakan pejabat asal kelahiran dari desa yang ada di Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima itu, Jum'at, 12 Februari 2021.

Dalam kegiatan pribadinya itu, sebuah media online bernama "BimaNtika" merilis kegiatan amal Wali Kota yang sempat memberikan bantuan di masjid Desa Teke sebesar Rp100 juta. Sementara dari para pejabat Pemkot Bima yang berasal dari Desa Teke mengumpulkan sumbangan sebesar Rp42 juta. Wali Kota pun menyerahkan langsung kepada pengurus masjid yang bernama Al Huda di Desa Teke itu. Konon, Wali Kota memiliki niat membantu masjid itu sejak dirinya menjadi Anggota DPR-RI.

“Itu janji saya sejak DPR RI untuk membantu Masjid AL Huda di Desa Teke” aku Lutfi, dilansir dari bimantika.net, Jum’at (12/2/2021).

Tak hanya terekspose di media. Oleh pendukungnya pun di sosial media merilis kegiatan orang nomor satu di Kota Bima yang juga merupakan Politisi partai berlambang pohon beringin itu. 

Namun, sontak saja, kegiatan Wali Kota Bima di wilayah Kabupaten Bima itu, kendati sebuah perbuatan mulia, tapi tetap saja memicu kontroversi bagi warga di Kota Bima. 

Pasalnya, Aktivis Bima, Agus menilai, Wali Kota Bima selama menjabat belum menunjukkan prestasi yang membawa kemajuan berarti di Kota Bima. Sikapnya saat ini, kok malah ngurus pembanguan di wilayah Kabupaten Bima. 

"Apa Wali Kota mau ganti status jadi Bupati Bima. Biarlah Kabupaten Bima menjadi tanggung jawab Bupati dan Wakilnya. Dibantu oleh Wali Kota, nanti sayang anggaran di APBD Kabupaten Bima tak maksimal lagi diperuntukkan untuk Masjid khususnya di Desa Teke itu," jelasnya. 

Senada dengan Agus, aktivis yang terkenal saat tragedi "Lambu Berdarah" lalu, Adi Supriadi menilai tindakan Wali Kota dan pejabat Pemkot dalam membantu pembangunan masjid itu bagus sekali. Namun, kegiatan pribadi seperti itu tak perlu digembar-gemborkan karena memang Wali Kota Bima tak punya kewajiban untuk membangun daerah di wilayah Kabupaten Bima.

"Wali Kota Bima itu kan Kepala Daerah di Kota Bima. Dan di Kabupaten Bima itu ada pemimpin yang bertanggung jawab di sana dan disebut dengan Bupati. Baiknya, jika ingin menyerahkan bantuan seperti itu, dititip saja lewat Pemkab Bima atau tak perlu ke Desa Teke tapi diutus orang atau pengurus masjidnya yang datang ke Wali Kota untuk mengambil bantuan pribadi seperti itu," jelas mantan aktifis LMND Bima itu. 

Menurutnya, di Kota Bima, kinerja Wali Kota Bima sejak dari awal kepemimpinan hingga menjelang tiga tahun kepemimpinannya ini masih terus menuai prestasi buruk terutama dalam menuntaskan janji politiknya. Dan selalu saja menuai kegaduhan dari banyak kebijakan yang diambilnya selama memimpin di Kota Bima. 

"Kasarnya, urus saja dulu keadaan di Kota Bima. Ini Kota Bima saja jalan di tempat, kok malah ingin mengurus daerah orang lain. Wali Kota di sumpah itu untuk menuntaskan janjinya membangun Kota Bima. Bukan tebar pesona kebaikan di wilayah lain kendati itu tempat kelahiran ayah kandungnya," sahut warga asal Kelurahan Lewirato, Kota Bima itu.

Kata dia, sebaik-baiknya bantuan pribadi seperti itu, alangkah eloknya disembunyikan bukan digembar-gembor. Sebab, akan memicu munculnya riya yang berdampak hilangnya keihlasan dalam memberi bantuan.

Apalagi, kata dia, masyarakat Kota Bima belum lama ini baru dilanda musibah banjir bandang. Dan jumlah pengangguran yang belum bisa dikurangi dari janjinya membangun 10 ribu lapangan kerja baru pun belum jelas bagaimana langkah konkrit dan kepastian dalam melunasi janji itu. 

"Kalau seandainya uang Rp150 juta itu untuk diberikan bantuan modal bagi pemuda di Kota Bima dengan sistim tanam saham atau bagi hasil. Kan lumayan ada warganya yang tak lagi jadi pengangguran sekarang," terang lelaki yang akrab di sapa Japong itu.

Ia menilai. Wali Kota Bima memang sosok yang tak mau mendengar masukan dari rakyatnya. Ia menduga, Wali Kota sudah menganggap dirinya orang terpintar dan terhebat di Kota Bima. Jadi, dalam mengambilkan tindakan apapun tak penting mendengar masukan dan selalu membuat kontroversi serta kerap mengecewakan. 

Direktur Lembaga Edukasi dan Advokasi itu pun mempertanyakan soal Dana CSR (Corporate Social and Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan) dari Perusahaan Air Minum atau Mineral merk 'Asakota' aset Wali Kota Bima yang diproduksi oleh CV. Hilal di mana direktur perusahaan itu adalah istri Wali Kota Bima sendiri (Elly Alwaini, red). 

Ia mempertanyakan, selama menjalankan perusahaan air mineral yang ribuan liter setiap harinya mengambil air tanah di Kelurahan Rabadompu Barat yang ada di samping kediamannya itu sudah pernah memberikan dana CSR   atau belum? 

Sebab, kata dia, soal dana CSR inikan merupakan amanah dari aturan yang dikeluarkan oleh Wali Kota Bima sendiri sebagaimana tertuang dalam Perwali No. 69 Tahun 2019 tentang Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Tenaga Kerja. 

"Dalam salah satu klausal di Pasal 19 ayat 5 menyebutkan, BUMN/BUMD atau Swasta memfasilitasi pelaksanaan pola program melalui CSR dan Pelatihan Kewirausahaan bersama dengan Balai Latihan Kerja. Untuk itu, penting kita pertanyakan dana CSR air mineral 'Asakota' dan air mineral lainnya yang ada di Kota Bima selama ini," jelasnya. 

"Selain itu, kasus air kemasan 'Asakota' yang tengah ditangani oleh pihak Polres Bima Kota juga bagaimana kelanjutan atau progres penanganan perkaranya. Kasus ini sudah tahunan, kenapa belum saja ada tersangkanya," tambah alumni STKIP Bima itu. (RED) 

Related

Kabar Rakyat 83661954741980931

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item