Kadin dan Pengusaha Soroti Rencana Alat Perekam Milik Pemkot yang Ingin Disimpan di Tempat Usaha

Surat pernyataan yang diberikan pemerintah untuk pemasangan alat perekam transaksi menuai tanya di mata Kadin dan Pengusaha di Kota Bima. METEROmini/Dok


KOTA BIMA -
Pemerintah Kota (Pemkot) Bima melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bima di tahun 2021 ini akan memasang alat perekam data transaksi di tempat-tempat usaha yang tersebar di Kota Bima. Tujuan pihak Pemerintah untuk self assessment atau penggunaan tekhnologi untuk perhitungan secara otomatis pada pendapatan pengusaha. 

"Hal ini, untuk mempermudah perhitungan retribusi demi kepentingan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang disetor pengusaha ke Pemerintah Kota Bima," ujar Kabid Pendataan, Penetapan dan Penilaian BPKAD Kota Bima, Heri Wahyudi dilansir dair kahaba.net, Selasa (16/2/2021).

Ia menjelaskan, rencana pemasangan alat perekam data tersebut berdasarkan amanat UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kemudian sebagai implementasi dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, seperti Pajak Restoran, Hotel, Cafe dan Hiburan.

Menurutnya, tujuan alat ini untuk merekam transaksi, agar pajak pengusaha lebih baik lagi perhitungannya. Dan pajak ini sebenarnya yang membayar adalah pembeli bukan pengusaha. Dan pihak pengusaha bisa lebih fokus pada manajemen usahanya masing-masing. Dan upaya ini, sebagai langkah pemerintah dalam meningkatkan PAD di Kota Bima.

"Nantinya, saat pembeli belanja di restoran akan dikenakan pajak 10%. Sementara, saat warga belanja di warung atau kantin dikenakan pajak sebesar 5%. Dan yang belanja di Cafe akan dikenakan pajak sebesar 10%. Dan pembayaran itu bukan bukan oleh pengusaha, tapi pembeli. Dan pengusaha bisa lebih fokus pada karyawan saja,” terangnya.

Menurut Heri, sejauh ini, pemerintah hanya menetapkan pajak daerah kepada para pengusaha. Tentunya, hasil dari pajak daerah ini, akan berbeda saat sistem self assessment ini diaplikasikan di banyak tempat usaha yang ada di Kota Bima. 

"Apabila usaha sepi, maka tidak akan ada tanggungan pajak yang disetorkan oleh pengusaha ke Pemerintah Daerah sebagai sumber PAD. Dan kami pun sudah turun ke sejumlah pengusaha untuk sosialisasi rencana pemasangan alat ini. Jika alat perekam data sudah terpasang, petugas yang turun, selain sosialiasi dan sistim ini akan langsung diberlakukan," jelas dia.

“Untuk pemasangan alat ini juga dilihat dari jumlah pengadaannya. Dan dalam program ini, pihak Pemkot Bima akan bekerjasama dengan Bank NTB,” lanjutnya.

Ia berharap agar para pengusaha mau menerima alat yang diberikan oleh pemerintah nantinya. Dan jika pengusaha menolak akan diberikan teguran pertama, kedua dan ketiga. Jika masih menolak juga, akan dicabut izin usahanya oleh Satgas sesuai amanat KPK. Dan langkah pemerintah ini, semata-mata hanya untuk  meningkatkan PAD saja.

Terpisah, pihak Pengusaha dan Pengurus Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kota Bima melalui Wakil Ketua Dedy Mawardi mempertanyakan rencana pemasangan alat perekam data untuk tempat-tempat usaha yang ada di Kota Bima.

Menurut Dedy, aturan terkait pemasangan alat perekam data ini tidak ada atau tidak tertuang di dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah seperti yang disampaikan oleh Kabid Pendataan, Penetapan dan Penilaian di BPKAD Kota Bima tersebut.

Seharusnya pula, kata Dedy, pihak pemerintah mengundang seluruh pelaku usaha terkait dengan adanya rencana pemasangan alat ini. Harapannya, dengan pertemuan itu akan terbangun komunikasi yang konstruktif untuk menghasilkan sebuah kesepakatan.

“Dalam menjalankan kegiatan dan menerapkan peraturan oleh pemerintah, semestinya harus mengedepankan azas partisipatif. Karena pemerintah juga harus mendengar masukan-masukan dari unsur terkait dan masyarakat pada umumnya di setiap kegaitan pembangunan yang dijalannya,” ujar dia dalam siaran persnya, Selasa (16/2/2021).

Dedy juga menanggapi soal adanya sanksi pencabutan izin usaha terhadap pelaku usaha yang menolak pemasangan alat perekam data ini. Kata dia, pemerintah jangan gegabah untuk menentukan sanksi kepada pengusaha, mengingat dasar hukum penerapan program ini yang belum jelas. Apalagi, belum ada kesepakatan bersama pengusaha yang semestinya diinisiasi awal oleh pemerintah sebagai prosedur yang ada. 

"Lazimnya sebuah kebijakan oleh pemerintah memang harus diawali dengan sosialisasi yang baik dan penting adanya kata sepakat bersama pihak pengusaha dalam rencana pemasangan alat ini. Dan pertanyaannya kapan program ini pernah disepakati bersama?," tanya Dedy.

"Jika pemerintah memaksakan hal-hal seperti ini berlaku, artinya pemerintah secara sadar ataupun tidak telah bersikap otoriter. Dan hal ini jelas bertolak belakang dengan semangat demokrasi yang kita agung-agungkan selama ini,” lanjut dia.

Senada dengan Wakil Ketua Kadin Bima, seorang pengusaha rumah makan di Kota Bima yang enggan dituliskan namanya, memandang kebijakan Pemkot Bima ini berdampak pada peningkatan PAD bagi Pemerintah Kota Bima, sementara akan membunuh secara perlahan usaha warga yang ada di Kota Bima. 

Sebab, kata dia, di tengah pendemi yang harus menjalankan protokoler kesehatan di tempat usaha, tentu berdampak pada jumlah pembeli dan penghasilan yang didapat pengusaha saat ini. Pemberian alat yang tak merata tentu akan berdampak pada kondisi pembeli yang datang memilih tempat usaha yang belum ada alatnya ketimbang yang sudah terpasang alat perekam yang diberikan oleh Pemerintah Kota Bima saat ini.

"Pemasangan alat yang tidak merata saat ini, tentu berdampak bagi pilihan para pembeli yang mengunjungi tempat usaha atau rumah kuliner yang ada di Kota Bima. Pembeli akan cenderung mendatangi tempat usaha yang belum ada alatnya, karena di sana bisa bebas pajak. Sementara, di tempat usaha yang ada alatnya, tentu pembeli akan dibebani dengan pajak saat belanja di sana," jelas Bos salah satu tempat kuliner di Kota Bima itu, Kamis, 18 Februari 2021.

"Hadirnya alat ini, otomatis berpengaruh pada nilai barang dagangan di masing-masing tempat usaha. Hal ini sangat merugikan pengusaha yang memiliki alat rekam transaksi, karena barang jualannya akan lebih mahal. Citra usahanya pun akan rusak di mata pembeli. Sebab, saat dibanding harga barang di tempat usahanya tentu lebih mahal dibanding tempat usaha yang lain," tambah dia. 

Menurutnya, mungkin saja dengan hadirnya alat perekam transaksi ini, PAD Pemkot Bima bisa meningkat. Tapi, dari sisi dunia usaha akan membuat kekacauan yang berpotensi membunuh secara perlahan-lahan usaha milik warga yang ada di Kota Bima. Di tambah lagi, keadaan pendemi yang membuat omset pengusaha menurun dan kemampuan daya beli warga yang berkurang. Ditambah himbauan pemerintah untuk jaga jarak juga berdampak setengah tempat usaha tidak digunakan dari kapasitas normal. 

"Kondisi ini semua penting untuk dipikirkan oleh pemerintah dan dibahas terlebih dahulu dengan pengusaha sebelum kebijakan alat perekaman itu diberlakukan di Kota Bima," terangnya.

Ia mengaku, pihaknya merasa resah dan dilema dengan adanya surat yang diberikan oleh pemerintah untuk diisi oleh penguasa dengan pilihan bersedia atau menolak alat perekaman itu. Dan adanya ancaman cabut ijin usaha jika menolak alat itu merupakan cara yang kurang dewasa oleh Pemerintah Kota Bima saat ini. 

"Sebaiknya tak ada ancaman untuk penguasaha saat ini. Sebab, kehadiran pengusaha di Kota Bima cukup membantu pemerintah daerah dalam menciptakan lapangan kerja yang mungkin juga membantu terwujudnya janji politik Kepala Daerah di masa Pilkada lalu yang ingin menciptakan 10 ribu lapangan kerja," tambah pengusaha muda di Kota Bima itu. (RED)

Related

Pemerintahan 4399809128653945897

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item