"Lepas" Kepala SMPN 2 Tambora, Bawaslu "Ditelanjangi" Akademisi dan Pemerhati Demokrasi

Ilustrasi. GOOGLE/Image
KABUPATEN BIMA - Proses dugaan tipilu Kepala SMPN 2 Tambora dihentikan oleh Bawaslu Kabupaten Bima. Sebelumnya, Nukman dilaporkan oleh warga karena mengunggah stiker atau gambar melalui akun media sosial jenis Facebook salah seorang Calon Anggota DPRD Kabupaten Bima (Dae Yandi, red) duta Partai Golkar yang juga anak kandung Bupati Bima saat ini. Bawaslu menilai bahwa laporan saudara Herman di Panwaslu Madapangga awal masalah ini diadukan dinyatakan tidak memenuhi unsur pidana pemilu. 


Menurut Koordinator Gakkumdu Bawaslu Kabupaten Bima Abdurahman mengatakan, dugaan kampanye yang dilakukan oknum Kepala Sekolah SMPN 2 Tambora disimpulkan tidak memenuhi unsur pidana pemilu. Kesimpulan ini diputuskan pada pembahasan kedua oleh Bawaslu Kabupaten Bima, pihak Kepolisian Resor Bima dan Kejaksaan Raba Bima setelah mendengarkan pemaparan Ahli Hukum Tata Usaha Negara dari Universitas Mataram, H. Syafwan.

“H. Syafwan menjelaskan bahwa jabatan kepala sekolah merupakan jabatan fungsional yang diperbantukan dan diberikan tugas tambahan untuk menjalankan tugas sebagai kepala sekolah,” jelas Abdurahman yang mengaku mengutip pernyataan Ahli Hukum Tata Usaha Negara, dilansir dari sebuah media online, Rabu (6/2/2019) lalu.

Ia mengatakan, dugaan pelanggaran tersebut dihentikan penanganannya karena tidak memenuhi unsur, sebagaimana yang disangkakan dalam Pasal 547 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

“Pada pasal tersebut menyebutkan pejabat negara sementara yang bersangkutan belum dikatategorikan sebagai pejabat,” tambahnya. 

Dikatakannya, yang bersangkutan tidak lepas begitu saja dari persoalan. Karena Bawaslu Kabupaten Bima akan meneruskan kepada instansi terkait dalam hal menindaklanjuti adanya unsur pelanggaran lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Kami minta semua ASN untuk menjaga netralitas dalam pemilu. Jadilah ASN yang menjadi contoh bagi masyarakat, bukan mempertontonkan sikap keberpihakan kepada peserta pemilu," ujarnya. 

Namun, keputusan Gakkumdu Bawaslu Kabupaten Bima tersebut menuai tanggapan dari akademisi dan juga praktisi hukum lainnya. Anggota Bawaslu Kabupaten Bima dinilai panik dan salah menempatkan pasal.

Menurut Mantan Ketua IMM Cabang Bima, Harmoko menilai ada keanehan dalam penggunaan pasal dalam kasus tersebut. Kata dia, tidak mungkin Komisioner Bawaslu tidak memahami jika ASN yang menjabat Kepala sekolah adalah bukan pejabat negara sebagaimana dimaksudkan dalam UU tentang Pemilu. Ia menduga, ada kesengajaan penerapan pasal yang keliru agar meloloskan oknum ASN yang juga terlibat dalam dugaan masalah dana PIP tahun 2018 di SMPN 2 Tambora itu. 


Harmoko menilai, Pasal yang lebih dekat untuk diterapkan dalam konteks kasus ini adalah pasal 494 Jo 280 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 ketimbang menggunakan pasal lain. Sebab, mengenai frasa "ikut serta sebagai pelaksana dan/atau tim kampanye" tidak hanya dipahami secara tekstual tapi harus kontekstual. Sebab, menurut dia, mana mungkin ASN mau ditunjuk secara tertulis sebagai pelaksana dan tim kampanye calon, 

"Kan tidak ASN mau ditunjuk sebagai Tim Kampanye. Jadi di sinilah letak parsialitasnya pemahaman Komisioner Bawaslu Kabupten Bima dalam memahami hakikat hukum terkait pelaksanaan pemilu saat ini," terangnya, Minggu, 10 Februari 2019.

Harmoko mengkritisi soal tanggapan Anggota Bawaslu Kabupaten Bima yang menerangkan alasan lain dengan menyebutkan pemahaman saksi ahli dari kalangan akademisi. Kata dia, pernyaan itu "menyesatkan publik serta bisa dinilai kekacauan dalam pemahaman". Ia menambahkan, cara mempertahankan pendapat dengan dalil yang tidak tepat, menujukan bahwa pihak Komisioner Bawaslu tidak paham tentang esensi dirinya sebagai penyelengara pemilu dan pejabat publik. 

"Risiko menjadi pejabat publik atau memegang kekuasaan itu adalah mendapatkan kritikan dari publik. Dan bila tidak ingin dikritik maka jangan mau memegang kekuasaan atau menjadi pejabat negara," ujarnya.

Ditegaskannya, sikap otokritik seharusnya menjadi masukan bagi Bawaslu kabupaten Bima sebagai lembaga pengawas pemilu supaya bisa lebih masif melakukan pengawasan sehingga tidak ada ASN yang melanggar  peraturan perundang-undangan. Sebab, tidak sedikit ASN yang secara sembunyi-sembinyi mendukung salah satu calon peserta pemilu sehingga perlu diberikan sanksi demi terciptanya efek jera dan proses demokrasi yang ada tidak abal-abal dan upaya mewujudkan pemilu yang jurdil menjadi angan-angan belaka. 

Dalam kasus ini, kata dia, wajar pemerhati demokrasi baik aktivis maupun akademisi mengkritik kinerja Bawaslu. Sebab, bila ASN tidak ditindak secara tegas bagi yang berpotensi melakukan pelanggaran, tidak menutup kemungkinan akan mendorong ASN lainnya untuk ikut-ikutan melakukan pelanggaran atau berpolitik praktis. 

"Yang berpotensi melanggar saja dan diduga kuat melakukan kesalahan diberhentikan pemeriksaannya. Maka mustahil efek jeranya bisa didapat. Kondisi ini, akan merugikan kontenstan lain. Padahal, oknum ASN atau Kepala Sekolah tersebut secara terang-terangan menyatakan dukungannyan terhadap anak Bupati Bima dalam akun Facebooknya," pungkas dia.

Menurutnya, kritikan terhadap Bawaslu oleh pemerhati demokrasi adalah hal yang wajar. Maka tugas Bawaslu adalah menjelaskan dugaan kejanggalan sehingga masyarakat bisa melihat titik-terangnya bukan menuduh pemerhati atau yang mengkritik sebagai pihak yang menyesatkan atau dinilai kacau dalam pemahamannya terhadap aturan.

"Tidak perlu subyektif, jelaskan saja yang dikritisi. Biarkanlah masyarakat yang menilai dengan sendirinya bagaimana kerja komisioner Bawaslu Kabupaten Bima saat ini," tandasnya.

Tanggapan senada juga disampaikan oleh Akademisi STIH Muhammadiyah Bima, Syamsuddin. Ia menilai, Bawaslu Kabupaten Bima sangat tidak cermat menggunakan dan menerapkan pasal untuk menjerat oknum kepala sekolah tersebut. 

Menurutnya, dilihat dari bentuk perbuatan yang dilakukan, maka seharusnya pasal yang tepat dikenakan adalah Pasal 494 UU Nomor 7 Tahun 2017, bukan pasal 547 UU Nomor 7 Tahun 2017. Karena Pasal 494 yang mengatur pelarangan bagi setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) ikut serta dalam kegiatan kampanye atau mengkampanyekan calon tertentu.

“Perbuatan dilakukan oleh oknum kepala sekolah tersebut tepatnya dijerat dengan pasal 494 UU Nomor 7 Tahun 2017,” ungkapnya dilansir dari sebuah media online, Kamis (7/2/2019).

Ia menilai Bawaslu keliru menjerat ASN yang bukan pejabat negara dengan menggunakan Pasal 547 UU Nomor 7 Tahun 2017. Karena pasal tersebut ditujukan secara khusus bagi pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu.

“Posisi kepala sekolah berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN jelas bukan sebagai pejabat negara, sehingga penggunaan pasal 547 untuk kasus ini dirasakan janggal dan keliru,” katanya.

"Kekeliruan semacam ini tentu sangat disayangkan. Karena ASN yang diduga kuat mengkampanyekan salah satu calon tertentu kemudian lolos, karena penerapan pasal yang keliru. Ini cerminan rendahnya kapabilitas SDM Bawaslu Kabupaten Bima," sambungnya.

Menurutnya, Bawaslu sebagai badan Pengawas Pelaksanaan Tahapan Pemilu harus bersikap profesional dan cermat dalam melihat kedudukan orang dan bentuk perbuatan yang dilakukan, sehingga dapat menerapkan aturan yang tepat dan benar. Dan yang dilakukan Bawaslu dalam kasus ini, tambah dia, memberi dampak buruk bagi keberlangsungan Pemilu. 

"Bisa saja terjadi perbuatan serupa diulangi oleh ASN lain, kemudian tidak diproses atau dihentikan prosesnya dengan alasan tidak memenuhi unsur karena bukan pejabat negara. Kondisi ini bisa merusak harapan untuk menjaga netralitas ASN. Saya harap agar Komisioner Bawaslu Kabupaten Bima bersikap profesional, cermat dan menjauhi tindakan yang berpotensi dinilai politis dan nepotisme,” tegasnya. (RED)

Related

Politik dan Hukum 7078534130093576257

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

 


SPONSOR

join

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Iklan

 


Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item